Selamat Datang

Salam berbagi..
Selamat datang di blog pribadi saya, ini adalah tempat aktualisasi saya tentang pekerjaan, ide dan kreatifitas saya.
Semoga bisa bermanfaat untuk semua yang telah berkunjung ke blog ini.


Jumat, 22 Agustus 2014

PERINGATAN HARI JADI BONDOWOSO


Dalam rangka memperingati Hari Jadi Bondowoso ke 195 Tahun 2014, Tadi malam Jum’at 22 Agustus 2014 Jam 20.00 S/d Selesai bertempat di Alun-Alun Bondowoso dilaksanakan kegiatan pentas drama kolosal dengan judul Babad Bondowoso Episode “LANGIT MERAH DITANAH SENTONG”. Dimana saya ikut berpartisipasi dalam kegiatan pentas tersebut dan memerankan tokoh utama yaitu sebagai Raden Bagus Assrah atau Mas Ngabehi Astrotruno.


Dalam kegiatan tersebut dihadiri Bupati Bondowoso beserta Ibu, Wakil Bupati beserta Ibu, Pimpinan Forum Kab. Bondowoso beserta Ibu serta Undangan. Masyarakt Bondowoso sangat antusias untuk melihat tontonan drama kolosal yang mencerikan tentang kisah babat alas Bondowoso sehingga Polres Bondowoso mengerahkan Anggota Dalmas sebanyak 1 Kompi dan Staf gabungan sebanyak 2 pleton untuk mengamankan kegiatan drama kolosal yang mengangkat cerita tentang babad Bondowoso episode Langit Merah Ditanah Sentong”.

Diceritakan dalam pentas drama kolosal tersebut adalah asal mula kota Bondowoso dimana semasa pemerintahan Bupati Ronggo Kiai Suroadikusumo di Besuki, daerah Besuki mengalami kemajuan dengan berfungsinya Pelabuhan Besuki yang mampu menarik minat kaum pedagang luar, utamanya dari Pulau Madura, yang kemudian menetap di Besuki. Tak dapat dipungkiri bahwa suasana Besuki semakin ramai dan semakin padat penduduknya sehingga kemudian perlu dilakukan pengembangan wilayah. Untuk itu perlu dibuka wilayah baru ke arah tenggara dengan membuka hutan, kemudian menjadikannya daerah hunian dan bisa didirikan kota.
Ketika rencana itu dibahas di tingkat kabupaten, Kiai Patih Alus mengusulkan agar Mas Astrotruno, putra angkat Bupati Ronggo Suroadikusumo, menjadi orang yang menerima tugas tersebut- Alasannya, ia telah mampu melaksanakan tugas-tugas kenegaraan yang diberikan padanya sehingga sekarang perlu diberikan tugas- tugas baru yang lebih berat.
Usui itu diterima oleh Kiai Ronggo-Besuki, dan Mas Astrotruno juga sanggup memikul tugas itu. Sebagai seorang ayah angkat, Kiai Ronggo Suroadikusumo perlu terlebih dahulu menikahkan Mas Astrotruno dengan salah seorang putri dari Bupati Probolinggo Joyolelono, yaitu Roro Sadiyah. Sebagai bekal dalam melaksanakan tugasnya, mertua Mas Astrotruno menghadiahinya seekor kerbau putih (bule) yang dongkol (tanduknya melengkung ke bawah). Kerbau putih itu untuk dijadkan teman perjalanan sekaligus penuntun mencari daerah-daerah yang subur. Kerbau itu bernama “Melati”.

Karena hutan yang ditebangnya itu sangat lebat, maka Mas Astrotruno dibantu oleh empat orang asisten yaitu Puspo Driyo, Jotirto, Wirotruno, dan Jiwo Truno. Dengan peralatan dan perbekalan secukupnya, Mas Astrotruno beserta rombongan berangkat melak­sanakan tugasnya menuju ke arah selatan, menerobos wilayah pegu nungan sekitar Arak-arak (jalan lintas itu sekarang tidak digunakan) di kemudian hari jalan itu sering disebut orang dengan sebutan “Jalan Nyi Melas”. Rombongan lalu menerobos ke timur dan Sampailah mereka di Dusun Wringin, melewati gerbang yang disebut 
                                                                                    “Lawang Saketeng”.

Kemudian dibangunlah kediaman penguasa di sebelah selatan Sungai Blindungan, di sebelah barat Sungai Kijing, dan di sebelah utara Sungai Growongan (Nangkaan). Tempat itu kemudian dikenal sebagai “Kabupaten Lama” Blindungan, terletak kurang leih 400 meter di sebelah utara Alun-alun. Pekerjaan membuka jalan itu berlangsung selama lima tahun (1789-1794). Untuk memantapkan wilayah kekuasaan baru di pedalaman, setelah kondisinya mapan, Mas Astrotruno pada 1808 diangkat menjadi demang dengan gelar Abhiseka Mas Ngabehi Astrotruno, 
                                                                                    dan sebutannya adalah Demang Blindungan.


Pada 1819 Bupati Adipati Besuki Raden Ario Prawiroadiningrat meningkatkan statusnya dari Kademangan menjadi wilayah lepas dari Besuki, dengan status Keranggan Bondowoso dan mengangkat Mas Ngabehi Astrotruno menjadi penguasa wilayah dan pimpinan agama dengan gelar Mas Ngabehi Kertonegoro, serta dengan predikat Ronggo I. Peristiwa besar pengukuhan Kiai Ronggo Kertonegoro sebagai Bupati Adat dilaksanakan dalam suatu upacara adat yang khidmat secara ritual berupa penyerahan tombak Tunggul Wulung oleh Raden Ario Adipati Prawiroadingrat kepada Mas Ngabehi Kertonegoro atau Ronggo I. Acara ini berlangsung pada hari Selasa Kliwon, 25 Syawal 1234 Hijriah atau 17 Agustus 1819. Peristiwa itu kemudian dijadikan eksistensi formal Bondowoso sebagai wilayah kekuasaan mandiri di bawah otoritas kekuasaan Kiai Ronggo Bondowoso. Kekuasaan Kiai Ronggo Bondowoso meliputi wilayah Bondowoso dan Jember, dan berlangsung antara 1819-1830.














Tidak ada komentar:

Posting Komentar